Tulisan Terbaru

KALIAN DENGARKAH KELUHANKU?

Di sore hari yang mendung itu, Bumi baru saja terbangun dari tidur siangnya. Walau kondisi kesehatannya masih buruk, ia berusaha bangkit dari tempat tidurnya. Ia melihat seluruh pekarangan rumahnya dari jendela yang sengaja ia biarkan terbuka. Belum 5 menit, tiba-tiba ia merasakan dadanya sesak dan sangat susah bernapas.  “Ya Tuhan penyakitku semakin berat saja”, ucapnya lirih. 

Dengan tertatih-tatih ia berusaha duduk dan mengambil obat dekat tempat tidurnya untuk diminum agar bisa mengurangi sakitnya. 

Saat ini kondisi kesehatan Bumi semakin menurun dengan penyakit komplikasi yang dideritanya. Selain usianya yang sudah tua, orang-orang juga tidak memperdulikannya. Bahkan dengan rakusnya merampas dan merusak harta miliknya. Sebenarnya ia sudah hampir menyerah dan ingin mati saja.

Dengan umurnya yang sudah tua dan kondisi kesehatannya yang semakin parah, Bumi masih berusaha sekuat tenaga untuk bertahan. Buktinya, walau saat ini banyak yang mencuri kayu-kayu miliknya, mengotori sungai-sungainya, membakar hutan-hutannya bahkan meracuninya dengan berbagai gas mematikan, Bumi tetap bertahan dan membiarkan mereka melakukan apa saja. 

Hanya satu dalam pikirannya, semoga mereka taubat dan kembali hidup bersamanya. Ia hanya menyerahkan kondisi kesehatannya ke orang-orang yang tulus mencintai dan merawatnya. 

Disela-sela kesehariannya, Bumi tidak habis pikir. Ia dengan sukarela memberi gunung, lautan, sungai, lahan pertanian, kota dan buah-buahan miliknya kepada semua orang agar mereka bisa makan dan hidup tenteram. Tetapi mereka menjadi rakus, saling menyakiti, dan melakukan apa saja untuk tujuan pribadinya. 

Pada awalnya Bumi sangat sehat dan senang melihat segala pemberiannya itu dapat dimanfaatkan dan dipelihara dengan baik. Tapi saat ini, Bumi tidak mampu berbuat apa-apa ketika semua orang menjadi egois dan dengan ganasnya merusak semua pemberiannya.

Kadang-kadang karena begitu sakitnya penderitaan yang ia alami, Bumi terpaksa harus batuk. Setiap hal ini terjadi, orang-orang yang ia sayangi akan hidup merana bahkan punah karena batuknya bisa memporak-porandakan segala kehidupan akibat guncangan dahsyat. 

Sebenarnya ia tidak ingin melakukannya dan selalu berusaha menahannya. Tapi apa boleh buat, Bumi sudah tidak sanggup lagi. Bahkan ia harus muntah dengan mengeluarkan lahar panas, debu, hingga tumpahan air yang mampu menghanyutkan semua yang ada. Namun demikian, tetap saja tidak ada yang sadar. Orang-orang  tetap melakukan eksploitasi serta kegiatan-kegiatan yang membuat Bumi semakin menderita parah.

Bumi tidak tahu lagi mengadu kepada siapa. Suhu tubuhnya semakin tak beraturan, napasnya semakin sesak, pekarangannya yang gersang karena pohon-pohon telah ditebang dan dicuri, hingga banyaknya gas-gas beracun yang siap mematikan nafasnya.  

Ia hanya berdoa dan berharap agar semua orang kembali merawat dan menyelamatkannya dari penyakit komplikasi yang ia derita. “Sampai kapan keadaanku begini terus”, bisiknya dalam hati. 

Bumi hanya pasrah. Ia hanya berharap bisa sembuh dan kembali bernapas dengan lancar, suhu tubuhnya stabil, dan pekarangannya kembali ditumbuhi pohon-pohon hijau. Ia kadang-kadang marah dan berteriak, “kalian dengarkah keluhanku”?. Banyak yang tidak mendengar dan acuh. Padahal, jika  Bumi benar-benar marah, semuanya akan hancur  dan menimbulkan penderitaan bagi semua orang. 

No comments:

Blog Archive