Kamis tanggal 23 April 2009 lalu, ketika hendak beli buku Teka Teki Silang di tempatnya Bang Sitompul penjual koran dekat kantor, tiba-tiba pandangan saya terhenti pada headline di Harian Sumut Pos Medan.
Seorang bocah yatim piatu bernama Berkat Hutauruk berusia 5 tahun asal Kecamatan Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara terbaring tak berdaya di rumah kecil berdinding papan. Kondisi tubuhnya sangat kurus dan sekujur tubuhnya penuh bekas luka koreng akibat infeksi karena Berkat mengidap penyakit Human Immunodeficiency Virus/Aquired Immuno Deficiency Syndrome (HIV/AIDS).
Berkat adalah anak bungsu dari pasangan Lintang Hutauruk dengan Rosalina. Sang ayah Lintang Hutauruk (46) telah meninggal dunia pada Desember 2008 lalu disusul sang ibu Rosalina (40) pada February 2009, akibat penyakit AIDS.
Setelah kedua orangtuanya meninggal, kondisi keluarga semakin menyedihkan. Selain miskin, terasing serta disingkirkan, Berkat juga hidup nomaden (berpindah-pindah). Berkat si anak bungsu beserta tiga saudaranya terpaksa harus hidup berpisah karena mereka di asuh oleh saudara dari orangtuanya secara terpisah.
Menurut cerita yang dihimpun, penyakit yang diderita Berkat sudah ada sejak dia dalam kandungan. Penyakit AIDS itu berasal dari infeksi kedua orangtuanya.
Sejak kedua orangtuanya meninggal, warga kampung tempat Berkat di asuh merasa resah akan kondisi penyakit yang dialami anak bungsu dari empat bersaudara itu. Warga kampungpun meminta Berkat dikeluarkan dari kampung tersebut. Mereka menganggap penyakit Berkat adalah kutukan dan akan menulari seisi kampung. Dengan alasan itu, warga kampung menjadi ketakutan, apalagi melihat kondisi fisik Berkat yang sangat kurus, lemah dan tidak berdaya. Akhirnya mereka sepakat untuk mengusir si Berkat dari kampung kelahirannya.
Saat ini atas pertolongan keluarga, Berkat telah dirawat di RSU Pirngadi Medan dan dijaga dengan setia oleh kakaknya berusia 10 tahun yang harus berhenti sekolah demi mengurus sang adik Berkat. "Aku akan menjaga adik hingga sembuh." Ujar sang kakak yang tidak tahu sampai kapan bisa bersekolah kembali.
Apakah Berkat akan mampu bertahan hidup dan bisa kembali menikmati dunianya yang penuh sukacita? Ataukah pihak Rumah Sakit akan menyerah ketika biaya untuk Berkat tidak mampu lagi ditanggulangi?
Semoga bocah Berkat bisa sembuh dan tersenyum serta bisa menikmati indahnya masa kanak-kanak .Karena bagaimanapun penderitaan yang dialaminya bukan karena ulahnya, tetapi berasal dari kedua orangtuanya yang telah lebih dahulu menghadap Sang Pencipta.
4 comments:
Malang nian nasib Berkat... Anak sekecil itu, yang belum paham tentang derita yang ditanggungnya harus mengalami hidup yg sedemikian pahit. Semoga pertolongan Allah senantiasa melimpah pada Berkat dan kakaknya yg penuh kasih.
Inilah satu dari sekian juta bukti bahwa NEGARA memang tak punya kepekaan dan kepedulian kepada anak-anak bangsa yang bernasib malang. Saya tak habis pikir, kenapa sistem yang ada di negara kita ini tak mampu menyentuh nilai-nilai kemanusiaan. Demikian pula agama, ternyata tidak berhasil membuat manusia untuk semakin manusiawi. Seandainya negara ataupun agama punya kepakaan terhadap nasib malang anak manusia, tentulah anak tersebut sejak dini sudah mendapat pertolongan dari warga masyarakat sekitarnya, entah dikoordinir oleh aparat desa, pemuka agama, atau pihak-pihak lainnya. Hari begini masih saja orang-orang berasumsi tentang suatu kutukan.
Maaf mas, saya jadi emosi. Kalau benar kutukan atau dosa itu ada, kenapa para koruptor, para penipu rakyat, para penindas tidak mendapat kutukan atau penderitaan yang sama dengan anak itu? Apakah mereka nanti akan dihukum di akhirat? Wah, gampang banget agama mencari argumen kalau begitu. Anak itu (Berkat atau siapapun namanya), tidak butuh doa. Dia butuh obat dan makanan saat ini juga. Dia butuh pertolongan dari sesama manusia!
kasian banget y nasibnya
piter said: to mbak reni,mas nanoq,mbak tria...iya nih saya trenyuh melihat peristiwa ini...hard to say..
Post a Comment