PieterSilitonga - Bob Butler adalah salah seorang pahlawan perang Vietnam yang kehilangan kedua kakinya dalam ledakan ranjau darat pada tahun 1965 di Vietnam. Sudah dua puluh tahun berlalu, saat ini ia hidup tenang dan mampu melakukan aktivitas walau hanya di atas kursi roda. Ia banyak menyimpan kisah-kisah heroik terutama saat menyelamatkan temannya yang tertembak dan saat-saat nyawa sudah diujung tanduk.
Suatu sore di musim panas, Butler sedang bekerja di garasi rumahnya di sebuah kota kecil di Arizona, Amerika Serikat. Tiba-tiba ia mendengar jeritan seorang wanita yang berasal dari sebuah rumah yang tidak jauh dari rumahnya. Masih tersisa nilai-nilai kepahlawanannya, ia langsung bergerak dengan kursi rodanya. Namun karena banyak semak-semak dan tanah berlubang, ia tak mampu memutar kursi rodanya. Tak hilang akal ia langsung turun dari kursi roda dan merangkak melalui lumpur, kotoran dan semak-semak.
"Aku harus sampai ke sana dan tidak peduli betapa sakitnya ", ucapnya dalam hati. Ketika Butler sudah tiba di rumah itu, ia melihat ke kolam renang ada seorang anak perempuan usia tiga tahunan sedang tenggelam di dasarnya. Anak itu bernama Stephanie Hanes. Ia lahir tanpa kedua lengan. Saat bermain ia tergelincir ke kolam dan tak mampu berenang. Ibunya hanya bisa berdiri di pinggir kolam dan menangis tidak tahu apa yang ia perbuat. Butler langsung terjun ke dasar kolam renang dan berusaha mengangkat Stephanie. Ia akhirnya berhasil membawa anak itu ke atas. Namun wajahnya sudah membiru, denyut nadinya sudah berhenti dan tidak bernapas.
Butler segera menyuruh si ibu menelepon rumah sakit. Namun tidak ada sahutan. Ibunya semakin panik dan berteriak. Ia menangis sekuat-kuatnya dan minta tolong Butler membuat sesuatu agar anaknya bisa hidup.
Butler berusaha menenangkannya. “Jangan khawatir,” katanya. "Saya menjadi tangannya agar ia bisa keluar dari kolam renang. Sekarang saya menjadi paru-parunya,” ucap Butler sembari memberikan pernapasan ke anak itu melalui mulutnya.
Beberapa detik kemudian gadis kecil itu batuk-batuk, sadar kembali, dan mulai menangis. Ibunya langsung memeluk si anak dan begitu gembira. Ibunya mengucapkan terima kasih kepada Butler dan bertanya bagaimana ia yakin bahwa semuanya akan baik-baik saja? Butler berkata,“ ketika kedua kaki saya meledak di perang, aku sendirian di lapangan. Tidak ada seorang pun di sana untuk membantu. Namun Butler terus bercerita bahwa tiba-tiba muncul seorang gadis Vietnam. Gadis itu berjuang dan menyeret Butler sampai ke desa. Sesampai di desa, gadis itu berbisik dalam bahasa Inggris, "Ini akan baik-baik saja dan Anda bisa hidup! Aku akan menjadi kaki Anda,” ucap gadis itu. Kata-kata itu selalu kuingat sampai sekarang. Kini saatnya saya melakukan hal yang sama untuk Stephanie.
Dari cerita di atas, dalam menjalani hidup ada saat-saat kita tidak bisa berdiri sendiri. Dalam keadaan seperti ini kita membutuhkan bantuan orang lain untuk bisa menjadi “kaki atau tangan” kita.
Image: http://wayshower.typepad.com
Suatu sore di musim panas, Butler sedang bekerja di garasi rumahnya di sebuah kota kecil di Arizona, Amerika Serikat. Tiba-tiba ia mendengar jeritan seorang wanita yang berasal dari sebuah rumah yang tidak jauh dari rumahnya. Masih tersisa nilai-nilai kepahlawanannya, ia langsung bergerak dengan kursi rodanya. Namun karena banyak semak-semak dan tanah berlubang, ia tak mampu memutar kursi rodanya. Tak hilang akal ia langsung turun dari kursi roda dan merangkak melalui lumpur, kotoran dan semak-semak.
"Aku harus sampai ke sana dan tidak peduli betapa sakitnya ", ucapnya dalam hati. Ketika Butler sudah tiba di rumah itu, ia melihat ke kolam renang ada seorang anak perempuan usia tiga tahunan sedang tenggelam di dasarnya. Anak itu bernama Stephanie Hanes. Ia lahir tanpa kedua lengan. Saat bermain ia tergelincir ke kolam dan tak mampu berenang. Ibunya hanya bisa berdiri di pinggir kolam dan menangis tidak tahu apa yang ia perbuat. Butler langsung terjun ke dasar kolam renang dan berusaha mengangkat Stephanie. Ia akhirnya berhasil membawa anak itu ke atas. Namun wajahnya sudah membiru, denyut nadinya sudah berhenti dan tidak bernapas.
Butler segera menyuruh si ibu menelepon rumah sakit. Namun tidak ada sahutan. Ibunya semakin panik dan berteriak. Ia menangis sekuat-kuatnya dan minta tolong Butler membuat sesuatu agar anaknya bisa hidup.
Butler berusaha menenangkannya. “Jangan khawatir,” katanya. "Saya menjadi tangannya agar ia bisa keluar dari kolam renang. Sekarang saya menjadi paru-parunya,” ucap Butler sembari memberikan pernapasan ke anak itu melalui mulutnya.
Beberapa detik kemudian gadis kecil itu batuk-batuk, sadar kembali, dan mulai menangis. Ibunya langsung memeluk si anak dan begitu gembira. Ibunya mengucapkan terima kasih kepada Butler dan bertanya bagaimana ia yakin bahwa semuanya akan baik-baik saja? Butler berkata,“ ketika kedua kaki saya meledak di perang, aku sendirian di lapangan. Tidak ada seorang pun di sana untuk membantu. Namun Butler terus bercerita bahwa tiba-tiba muncul seorang gadis Vietnam. Gadis itu berjuang dan menyeret Butler sampai ke desa. Sesampai di desa, gadis itu berbisik dalam bahasa Inggris, "Ini akan baik-baik saja dan Anda bisa hidup! Aku akan menjadi kaki Anda,” ucap gadis itu. Kata-kata itu selalu kuingat sampai sekarang. Kini saatnya saya melakukan hal yang sama untuk Stephanie.
Dari cerita di atas, dalam menjalani hidup ada saat-saat kita tidak bisa berdiri sendiri. Dalam keadaan seperti ini kita membutuhkan bantuan orang lain untuk bisa menjadi “kaki atau tangan” kita.
Image: http://wayshower.typepad.com
email: piter_centre{at}yahoo.com