Suatu malam ia berdoa dan mengundang Tuhan agar makan malam di rumahnya. Tuhan pun menjawab doanya dan akan singgah ke rumah wanita itu.
Dengan hati suka cita, wanita itu pergi membeli makanan dengan uang apa adanya yang ia miliki. Ia membeli makanan ‘lezat” untuk menyenangkan Tuhan. Pulang ke rumah, wanita itu menyiapkan hidangan di meja makan. Ia pun menunggu “Sang Tamu” terhormatnya malam ini. Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu. Wanita itu segera membuka pintu. Ia melihat seorang lelaki pengemis tua ingin meminta makan. Tanpa pikir panjang, wanita itu mempersilahkan lelaki tua masuk dan memberikannya makan. Si pengemis menghabiskan semua makanan lezat itu tanpa sisa. Setelah itu ia pun pamit.
Wanita itu terlihat sedikit kecewa. Ia bergegas mengambil dompetnya lalu pergi ke pasar dan membeli makanan untuk tamu khususnya malam ini. Namun karena uangnya tidak cukup lagi membeli makanan yang lezat, wanita itu hanya membeli makanan ala kadarnya. Ia segera menyiapkan makanan itu dan menunggu tamunya.
Tidak berapa lama ada ketukan keras di pintu. Kali ini adalah seorang wanita tua, ompong, tuli dengan nada bicara yang keras dan agak kasar. Dia langsung minta makan tanpa rasa hormat. Wanita itu tetap menawarinya duduk di meja dan memberinya makan. Setelah selesai makan, wanita tua itu langsung pergi tanpa pamit dan menutup pintu dengan keras.
Malam semakin gelap dan di luar hujan mulai turun. Ia sangat bingung karena makanan untuk tamu istimewanya sudah habis. Namun ia tidak menyerah. Ia bergegas keluar dan membawa mangkuk perak miliknya. Mangkuk cantik itu adalah peninggalan sang suami yang sudah lama meninggal akibat perang. Ia menjual mangkuk itu dan uangnya dibelikan makanan.
Malam sudah larut. Namun dengan setia ia tetap mempersiapkan makanan untuk tamunya. Kembali ada ketukan di pintu. Ia menahan napas dan perlahan-lahan membukanya. Ia melihat seorang anak remaja perempuan cacat dengan pakaian koyak dan rambut yang tidak terurus dan badannya kurus kering. Anak itu minta makan. Wanita itu tak bisa berbuat apa-apa dan tetap memberi anak itu makan. Setelah tamunya yang terakhir pergi, wanita itu sangat sedih. Ia sudah berjanji untuk memberi makan Tuhan, tapi sekarang ia sudah tidak punya apa-apa lagi.
Wanita itu menangis dan berlutut. Dia merasa sangat bersalah karena memberi makanan untuk orang lain yang seharusnya untuk Tuhan. Dia bersujud dan minta pengampunan serta bertanya kenapa Tuhan tidak datang malam ini seperti janjiNya.
Namun tiba-tiba ada tangan yang menyentuh wanita itu dan dibimbing untuk berdiri dari sujudnya. Ternyata Tuhan yang menjadi tamunya telah datang dan berkata, "AnakKu, Aku telah menikmati makananmu sampai tiga kali malam ini dan kamu selalu menyambutku dengan ketulusan hati walau kamu tidak punya apa-apa.”