Petang itu hujan turun begitu deras. Doni tampak dengan setia menunggu sebuah mobil Katana Hitam yang sejak sore diparkir di depan Bank Mandiri Cabang Sisingamangaraja, Medan. Ketika ia sedang asyik merapikan lembaran uang seribuan di genggamannya, tak terlihat olehnya tiba-tiba sang pemilik mobil dengan cepat masuk dan langsung meluncur.
Doni pun dengan sigap meniup pluitnya sambil berlari mengejar. Ia tak menghiraukan guyuran hujan yang begitu cepat membasahi sekujur tubuhnya.
“Sory kirain kamu tidak ada." ucap pemilik mobil itu sambil mengeluarkan selembar uang lima ribuan dari kantongnya dan memberikannya ke Doni. “Ada kog Pak.” balas Doni sambil tersenyum. “Pegang aja, untuk beli teh panas biar badanmu hangat.” ucap pemilik mobil ketika Doni memberikan kembalian uang parkir. “Makasih Pak.” ucap Doni amat senang, karena ia memperoleh bonus Rp 4000 yang seharusnya dikembalikan ke sang pemilik mobil.
Sambil mengusap wajah dan mengibas-ibas bajunya yang basah kuyup oleh guyuran hujan, Doni kembali mengawasi kendaraan yang sedang parkir. Ia tidak mau kejadian barusan terulang kembali. Hampir saja ia kehilangan uang seribu rupiah yang sangat berarti baginya.
Doni adalah seorang juru parkir (JUKIR) di kawasan Jl. Sisingamangaraja, Medan. Saat ini usianya sekitar dua puluh empatan. Doni hanya tamat Sekolah Menengah Pertama dan anak kedua dari tiga bersaudara. Setiap hari ia nongol di sana mengatur kendaraan yang silih berganti parkir di kawasan itu.
Sebagai seorang JUKIR, Doni harus mampu memaksimalkan uang parkir dan tidak akan pernah lalai atau melewatkan setiap kendaraan pun walau hujan dan panas menerjang.
Hasil yang didapat Doni sebagai juru parkir sekitar 75.000 rupiah sampai 120.000 rupiah per hari. Dari hasil itu Ia harus memberi setoran ke pengawasnya yang dipanggil Bos. Ia juga menyisihkan anggaran ke petugas Polisi yang meminta "setoran" kepada Doni setiap hari. Alhasil uang yang dibawa Doni ke rumah jauh dari jumlah yang dihasilkan. Doni yang segan memberitahukan jumlah setoran ke bosnya dan ke Polisi mengaku sangat memberatkannya, belum lagi biaya makan dan rokoknya setiap hari.
Menurut Doni, dengan adanya berbagai kutipan ini banyak JUKIR akhirnya menaikkan uang parkir terhadap setiap kendaraan bermotor. Misalnya di kawasan Jalan Masjid Kelurahan Kesawan, Medan. Hal yang sama juga terjadi di Jalan Selat Panjang, dan Jalan Semarang. Para juru parkir menaikkan biaya kendaraan bermotor roda dua Rp 1.000 (dari Rp 300 berdasarkan Perda) dan mengutip Rp 2.000 untuk kendaraan bermotor roda empat (dari yang seharusnya Rp 1.000). Naiknya tarif parkir yang dipaksakan oleh sejumlah JUKIR ini, disebabkan mereka harus mencapai target setoran ke bosnya termasuk PUNGLI dari Pak Polisi.
Tetapi Doni tidak seperti JUKIR lainnya yang sering marah dan memaksakan kehendak menagih uang parkir melebihi aturan kepada pemilik kendaraan. Bahkan banyak JUKIR tidak memberi kembalian uang parkir disaat pemilik kendaraan lupa.
Doni ”takut” dan tidak tega melakukannya. Tetapi ia melakukan ”strategi” tersendiri agar ia mampu memenuhi setoran dan segala bentuk pungutan lainnya.
Adapun strategi yang dilakukan Doni adalah ia selalu mengembalikan setiap tukaran parkir walau kadang-kadang para pemilik kendaraan lupa. Ia juga selalu menghormat bagai "tentara" ke setiap pelanggannya. Strategi lainnya adalah ia sering memberitahu pemilik kendaraan jika melihat kunci yang masih melekat dan mengingatkan agar jangan lupa mengunci pintu dan sepeda motor mereka.
Dengan strategi jitunya, ia berharap memperoleh uang lebih dari para pemilik kendaraan. Ia juga menjadi seorang yang “pelit”. Ia tak membiarkan satu kendaraan pun terlewatkan. Walau teman sendiri, ia tak segan meminta uang parkir. Ia tak mengenal istilah gratis.
Doni yang sudah bekerja hampir enam tahun itu, hanya berharap kondisi seperti ini bisa teratasi, sehingga tidak merugikan para juru parkir dan masyarakat. Dia berharap supaya Bos juru parkir dihapuskan saja. Mereka menaikkan setoran kepada juru parkir tanpa surat resmi dari Dinas Perhubungan Medan. Si Bos selalu mengancam, kalau tidak sanggup menaikkan setoran, masih banyak orang lain yang sanggup mengerjakannya.
Hari semakin gelap dan hujan belum juga reda. Sambil meniup pluit, Doni kembali menyusul kendaraan yang akan segera meluncur. Ia pun menerima uang parkir dengan tidak lupa memberi hormat tentaranya. Doni tampak tersenyum sambil membalik-balikkan kumpulan uang seribu di tangannya. Mungkin saja pemilik kendaraan memberikan uang lebih sebagai bonusnya hari ini.
Doni pun dengan sigap meniup pluitnya sambil berlari mengejar. Ia tak menghiraukan guyuran hujan yang begitu cepat membasahi sekujur tubuhnya.
“Sory kirain kamu tidak ada." ucap pemilik mobil itu sambil mengeluarkan selembar uang lima ribuan dari kantongnya dan memberikannya ke Doni. “Ada kog Pak.” balas Doni sambil tersenyum. “Pegang aja, untuk beli teh panas biar badanmu hangat.” ucap pemilik mobil ketika Doni memberikan kembalian uang parkir. “Makasih Pak.” ucap Doni amat senang, karena ia memperoleh bonus Rp 4000 yang seharusnya dikembalikan ke sang pemilik mobil.
Sambil mengusap wajah dan mengibas-ibas bajunya yang basah kuyup oleh guyuran hujan, Doni kembali mengawasi kendaraan yang sedang parkir. Ia tidak mau kejadian barusan terulang kembali. Hampir saja ia kehilangan uang seribu rupiah yang sangat berarti baginya.
Doni adalah seorang juru parkir (JUKIR) di kawasan Jl. Sisingamangaraja, Medan. Saat ini usianya sekitar dua puluh empatan. Doni hanya tamat Sekolah Menengah Pertama dan anak kedua dari tiga bersaudara. Setiap hari ia nongol di sana mengatur kendaraan yang silih berganti parkir di kawasan itu.
Sebagai seorang JUKIR, Doni harus mampu memaksimalkan uang parkir dan tidak akan pernah lalai atau melewatkan setiap kendaraan pun walau hujan dan panas menerjang.
Hasil yang didapat Doni sebagai juru parkir sekitar 75.000 rupiah sampai 120.000 rupiah per hari. Dari hasil itu Ia harus memberi setoran ke pengawasnya yang dipanggil Bos. Ia juga menyisihkan anggaran ke petugas Polisi yang meminta "setoran" kepada Doni setiap hari. Alhasil uang yang dibawa Doni ke rumah jauh dari jumlah yang dihasilkan. Doni yang segan memberitahukan jumlah setoran ke bosnya dan ke Polisi mengaku sangat memberatkannya, belum lagi biaya makan dan rokoknya setiap hari.
Menurut Doni, dengan adanya berbagai kutipan ini banyak JUKIR akhirnya menaikkan uang parkir terhadap setiap kendaraan bermotor. Misalnya di kawasan Jalan Masjid Kelurahan Kesawan, Medan. Hal yang sama juga terjadi di Jalan Selat Panjang, dan Jalan Semarang. Para juru parkir menaikkan biaya kendaraan bermotor roda dua Rp 1.000 (dari Rp 300 berdasarkan Perda) dan mengutip Rp 2.000 untuk kendaraan bermotor roda empat (dari yang seharusnya Rp 1.000). Naiknya tarif parkir yang dipaksakan oleh sejumlah JUKIR ini, disebabkan mereka harus mencapai target setoran ke bosnya termasuk PUNGLI dari Pak Polisi.
Tetapi Doni tidak seperti JUKIR lainnya yang sering marah dan memaksakan kehendak menagih uang parkir melebihi aturan kepada pemilik kendaraan. Bahkan banyak JUKIR tidak memberi kembalian uang parkir disaat pemilik kendaraan lupa.
Doni ”takut” dan tidak tega melakukannya. Tetapi ia melakukan ”strategi” tersendiri agar ia mampu memenuhi setoran dan segala bentuk pungutan lainnya.
Adapun strategi yang dilakukan Doni adalah ia selalu mengembalikan setiap tukaran parkir walau kadang-kadang para pemilik kendaraan lupa. Ia juga selalu menghormat bagai "tentara" ke setiap pelanggannya. Strategi lainnya adalah ia sering memberitahu pemilik kendaraan jika melihat kunci yang masih melekat dan mengingatkan agar jangan lupa mengunci pintu dan sepeda motor mereka.
Dengan strategi jitunya, ia berharap memperoleh uang lebih dari para pemilik kendaraan. Ia juga menjadi seorang yang “pelit”. Ia tak membiarkan satu kendaraan pun terlewatkan. Walau teman sendiri, ia tak segan meminta uang parkir. Ia tak mengenal istilah gratis.
Doni yang sudah bekerja hampir enam tahun itu, hanya berharap kondisi seperti ini bisa teratasi, sehingga tidak merugikan para juru parkir dan masyarakat. Dia berharap supaya Bos juru parkir dihapuskan saja. Mereka menaikkan setoran kepada juru parkir tanpa surat resmi dari Dinas Perhubungan Medan. Si Bos selalu mengancam, kalau tidak sanggup menaikkan setoran, masih banyak orang lain yang sanggup mengerjakannya.
Hari semakin gelap dan hujan belum juga reda. Sambil meniup pluit, Doni kembali menyusul kendaraan yang akan segera meluncur. Ia pun menerima uang parkir dengan tidak lupa memberi hormat tentaranya. Doni tampak tersenyum sambil membalik-balikkan kumpulan uang seribu di tangannya. Mungkin saja pemilik kendaraan memberikan uang lebih sebagai bonusnya hari ini.
1 comment:
strategi nya mantab sobat
Post a Comment